Bulat kecil, sedikit kenyal kalau dikunyah, memang enak rasanya. Apalagi kalau dicampur kuah hangat yang agak pedas dan ada minya. Namun, akhir-akhir ini mi bakso yang dijual di tempat-tempat tertentu (tentu tidak semua) perlu diwaspadai. Soalnya, ada sebagian penghasil bakso yang tanpa menyadari bahayanya, telah menambahkan boraks yang biasa dipakai sebagai bahan pembersih yang antiseptik. Padahal boraks ini beracun, bahkan selain bakso boraks juga ditemukan antara lain pada empek-empek, mi ayam, pangsit, batagor dan bakso celup (YLKI, 1990).
Agak payah juga kalau bakso ini ada yang mengandung boraks. Maunya pedagang supaya baksonya bisa tahan lebih lama. Tapi yang celaka kita!
Seorang rekan menceritakan bahwa ia pernah suatu kali makan bakso, tapi terus teler. la merasa pening, mual-mual dan muntah. Kerongkongannya gatal. Juga tiga belas penduduk Desa Sidodadi, Kecamatan Langsa, Aceh Timur, dulu pada tanggal 26 Desember 1990. Begitu kerasnya efek racun pada bakso awet itu, sampai ada di antara mereka yang tidak sanggup berjalan lagi dan terpaksa dibawa ke Rumah Sakit Cut Mutia PTP I, Langsa.
Gejala yang timbul pada dua kejadian itu mirip dengan gejala keracunan akibat boraks. Boraks dalam jumlah tertentu mengakibatkan rasa pening, mual, muntah-muntah dan demam. Tentu saja, gejala yang hebat dan cepat itu baru terjadi bila boraks tertelan dalam jumlah banyak, dalam beberapa butir bakso saja. Kalau jumlahnya hanya sedikit sekali, gejala keracunan itu tidak seberapa.
Namun, pemasukan boraks terus-menerus ke dalam tubuh (walaupun hanya sedikit-sedikit), jelas akan disimpan dalam ginnjal. Timbunan boraks ini dapat mempengaruhi sel-sel saraf otak.
Boraks tidak hanya mengancam kita lewat bakso produsen nakal saja, tetapi juga melalui produk lainnya. Baru-baru ini boraks ditemukan dalam otak-otak di Riau. Di Semarang ditemukan dalam kerupuk gendar dari nasi tumbuk. Ini bisa terjadi karena pembuat makanan itu memakai garam bleng palsu.
Menurut penelitian, garam bleng palsu ini mengandung 10 - 25% boraks, garam dapur NaCl sekitar 50% dan beberapa garam bikarbonat (NaHCO3) dan karbonat (Na2CO3). Bleng palsu yang ada boraksnya ini dipakai untuk memberi rasa asin dan membuat renyah bahan makanan. Boraks memang bersifat meliatkan adonan (mi, bakso, otak-otak, lopis dan sebagainya). Maka bermunculanlah garam bleng palsu di pasar-pasar tertentu.
Tentu,tidak semua. Akan tetapi garam bleng palsu yang disita oleh Balai POM Kanwil Depkes di beberapa daerah ternyata cukup banyak.
Ancaman boraks itu gara-gara ada unsur bor dalam boraks. Kalau tertimbun terlalu banyak dalam tubuh kita, ia dapat menyebabkan gejala borism.
Tandanya, kulit kering dan penderita mengalami depresi, tetapi sebelumnya merasa mual, pening dan gejala-gejala mau teler seperti sudah diceritakan di atas.
Boraks tidak hanya mengancam lewat makanan, tetapi juga lewat pencemaran lingkungan. Bahan kimia itu dipakai oleh beberapa industri, misalnya industri gelas dan bengkel las. Apakah mereka menyimpannya dengan aman? Bagaimana limbah dari proses pengelasan ini? Tentu kini gantian. Bukan lagi Persoalan Departemen Kesehatan, tapi instansi yang mengurusi pengawasan lingkungan hidup.
Sumber : Intisari, April 1991
Tags:
Bahaya